Berjalan

Menulis. Aku ingin menuliskan sesuatu. Tapi aku bingung apa yang harus kutulis kali ini. Baiklah. Mungkin aku bisa mulai dengan sesuatu yang biasa. Sesuatu yang semua orang bisa mengalaminya. Atau bahkan, semua orang sering melakukannya setiap hari.

Berjalan. Itu yang ingin kuceritakan hari ini. Kupikir semua orang bisa melangkahkan sepasang kakinya untuk mengikuti ritme yang sama sehingga menghasilkan langkah yang berirama. Semakin cepat irama tubuhnya, maka semakin cepat pula gerakan kakinya. Maksudku ritme di sini bukan sebatas irama saja, tapi lebih dari itu. Gerakan kaki yang dihasilkan dari maksud dan tujuan hati akan masa depan.

Berjalan. Menurutku kata ini bisa memberikan makna yang beragam. Dalam arti singkat, berjalan bisa jadi merupakan suatu langkah kaki yang berirama untuk berpindah dari posisi semula ke posisi yang lain. Atau bahasa singkatnya, berpindah posisi dengan menapakkan kaki.

Dan menurutku, ada beberapa macam caranya. Yaitu berjalan rencana jangka pendek, menengah dan berjalan dengan rencana jangka panjang yang sudah disusun jauh-jauh hari.

Berjalan. Dalam jangka pendek, berjalan ini bisa jadi adalah gerakan spontan yang terjadi saat seseorang reflek berdiri dan melangkah dengan cepat dari posisi semula ke posisi yang lain. Kadangkala, ini bisa menjadi sesuatu yang membuat munculnya sesuatu yang tidak terduga, dan bisa jadi bencana. Kenapa? Berjalan dengan spontan ini bisa menabrak orang sekeliling, membuat jantung berdebar lebih cepat, atau yang lebih parah adalah bisa membuat peribahasa terkenal itu menjadi kenyataan yang sangat mengesankan karena bisa membuat suasana hati menjadi kacau balau dan menghasilkan kebingungan yang luar biasa, baik dari yang terkena dampak langsung maupun bagi para saksi yang melihatnya. Peribahasa yang terkenal maksudku di sini adalah “sudah jatuh, tertimpa tangga pula”. Bayangkan, sudah sakit karena jatuh, ketiban tangga, ngilu-ngilu di badan pula. Apalagi kalau pas lagi di TKP, banyak pula pasang mata yang melihat. Wuah, segeeer banget, langsung keringatan segede jagung, belum lagi wajah yang matang sekali mengalahkan kepiting rebus yang ukurannya segede piring itu loh. Hahaha.

Lanjut. Kita bahas macam berjalan yang kedua. Berjalan jangka menengah. Ini sudah lebih baik dari paragraph sebelumnya. Acara ini sudah ada rencana awalnya. Darimana, hendak kemana, mencari siapa dan bagaimana caranya biar tidak lagi Baper karena melihat gebetan yang lagi jalan sama pacarnya (eh?). Eits, salah, berjalan di sini yaaah tidak separah itu, hahaha, map, maap. Maksudku adalah, berjalan jangka menengah ini bisa jadi adalah melangkah ke suatu tempat yang tidak terlalu jauh, tidak perlu persiapan berlebih dan kadang tidak perlu pakai acara dandan segala, hahai. Iyalah, masa’ iya pergi ke warteg sebelah buat sarapan aja harus pakai acara dandan sejam lebih, keburu habis dong, hihihi. Atau yang rada jauhan dikit, pergi nyamperin abang-abang jualan roti yang kebetulan lewat di depan rumah. Setelah memakai Toa yang bunyinya sampai ke ujung dunia sana, pakai sandal jepit aja keluar rumah juga udah rada mending daripada si Abang keburu kabur lagi karena kelamaan menunggu di depan rumah uang tak berpenghuni dan dihiasi aura yang membuat bulu kuduk merinding lebay, hiiii… (autor mulai ngelantur) #abaikan.

Okeh, lanjut ke macam selanjutnya. Berjalan jangka panjang. Dan inilah yang paling menyenangkan. Setidaknya bagi sebagian yang sudah merencanakannya matang-matang bahkan sampai nyaris gosong, dan diakhiri dengan happy ending pula. Wuah, sweet banget. Ada yang sering menyebutnya sebagai rutinitas, jalan-jalan atau berbagai acara berjalan lainnya yang sudah terencana dengan rapi dan memang si empunya kaki berjalan ini sudah niat banget buat melangkah. Contoh sederhana, rutinitas. Berjalan ke tempat rutinitas ini memang harus direncanakan sebelum hari-H. apa baju yang cocok kira-kira, berapa ongkosnya ke sana, waktu yang dihabiskan untuk berlari sprint kalau misalnya terlambat dan bagaimana caranya biar sampai di sana itu tidak menambah kemarahan si boss yang lagi moody. Ckckck. Atau contoh kedua, berjalan-jalan. Siapa yang tidak ingin berjalan-jalan? Atau istilah keren yang sering di sebut orang-orang adalah travelling, tamasya atau liburan. Naik apa ke sana, berapa budgetnya, berapa hari di sana dan pulangnya bagaimana. Jangan sampai lupa jalan pulang karena kehabisan ongkos di sana karena dompet menangis karena diskon yang selalu merayu di tiap sudut. Atau yang lebih parah, tidak mau lagi pulang karena liburannya menjadi yang paling menyedihkan sepanjang masa karena “diputuskan” secara tidak hormat karena si dia tidak terima kau lupakan begitu saja saat travelling yang sedari awal membuatnya Baper karena tidak diberitahu dan diajak pergi bersama.

Begitulah. Dari satu kata berjalan saja, ada banyak yang bisa diceritakan ternyata. Banyak manfaat yang bisa diambil dari kegiatan yang satu ini. Tapi yaah, itu berlaku hanya jika Ghalau dan Bhaper tidak ambil andil terlalu banyak di dalamnya. Entah kalau dengan berjalan itu bisa menghalau dua perasaan tergawat sepanjang abad itu, itu tidak apa-apa juga. Bagus malah. Bertambah pula manfaat positif dari kegiatan sederhana, yaitu ‘Berjalan’.

Tapi jangan nekat juga. Mentang-mentang banyak manfaatnya, maka dipaksain jalan dari Bukittinggi ke Pekanbaru, atau berjalan cepat seperempat berlari dari Depok ke Jakarta. Bisa gempor tuh kaki. Hahai. Kalau memang butuh kendaraan untuk sampai ke tujuan, yaa gunakan saja. Entah kalau memang ada acara jalan sehat bersama warga sekampung atau acara lari 10 km rame-rame, wah pasti akan seru sekali. Menjelang garis finish, bukan berjalan lagi itu biasanya, tapi seringnya adalah… menyeret kaki yang sudah ngembek karena kecapekan. Hahaha.

Hmm, baiklah. Sekian dulu ya. Kapan-kapan di lanjut. Maap kalau ceritanya agak muter-muter seperti jalanan di Monas ya, hahai…

Asap yang Menyebalkan

Kali ini aku akan memposting sebuah peristiwa menyebalkan yang selalu terjadi setiap tahunnya. Bagi yang tinggal di daerah sekitar Propinsi Sumatera Barat, Riau dan sekitarnya, aku yakin, akan mengangguk mengiyakan. Pembakaran hutan di propinsi sebelah, propinsi Riau yang jaraknya beratus kilometer dari rumahku, tidak luput menyebabkan kabut asap yang membuat nafas sesak dan batuk-batuk. Bahkan kalau kurasa, asap yang mampir kali ini malah makin parah. Aku jadi prihatin mengingat masyarakat yang tinggal di daerah yang sedang dilanda kebakaran hutan karena ulah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab itu.
Kemarin dan kemarin lusa, asap sudah menipis karena hujan yang turun di sini, di Kampungku. Kupikir kebakaran sudah berhenti, tapi ternyata hari ini kabur asap kembali mengambil alih paksa udara segar di daerah Bukittinggi dan sekitarnya.

Akupun mengambil beberapa gambar di dekat rumahku, dan membandingkannya dengan gambar beberapa waktu lalu sebelum kabut melanda kota Bukittinggi, tempat tinggalku ini. Ternyata perbedaannya cukup jauh loh. Gambar yang kuambil sore tadi terasa suram, mengabut dan buram. Berbeda dengan beberapa waktu lalu, saat udara segar membawa kesejukan ke daerahku. (Jiaaah, bahasanya….)

Coba perhatikan 2 gambar berikut. Terlihat sangat kontras, padahal yang membedakan hanya kabut yang membuat kameraku kurang sempurna mendapat cahaya matahari.

9 9a

Seharusnya terlihat hamparan Bukit Barisan yang membiru di balik pepohonan dan perumahan di sana, tapi asap menutup semuanya. Hanya kulabu asok yang nampak. Semakin jauh aku mengambil gambar, hasilnya malah makin kabur.

3 3a

Hanya kabut asap saja yang membedakannya, namun hasilnya cukup mengerikan. Kabut asap membuat ladang di dekat rumahku seolah menjadi lahan kering. Itu karena cahaya yang kurang menyebabkan gambar yang terambil pun jadi jagi agak ngenezz.

4 4a

Asap yang menyebalkan. Lihat saja, gunung Marapi seharusnya tepat berada di tengah gambar ini. Kabut asap yang cukup tebal pun mengaburkan semuanya.

2 6

Kabut asap yang cukup mengganggu pekerjaan sehari-hari. bagaimana tidak, kabut asap membuat nafas sesak, jarak pandang buram terutama bagi yang memakai mobil atau motor.

Aku berharap kabut asap ini cepat berlalu.

Perjalanan Pulang (Lewat Stasiun Sudirman)

Baru-baru ini aku jalan-jalan… atau lebih tepatnya pergi ke sebuah acara di area Istora Senayan. Maka jadilah aku pergi dengan kereta dari Depok ke Jakarta. Tentu pulangnya naik kereta juga donk, hehe…

stasiun Sudirman (2) stasiun Sudirman (3)

Aku dengan kakakku sampai di stasiun Sudirman, sore harinya setelah acara selesai. Kupikir tadinya stasitun ini lengang, maklum… biasanya aku naik kereta pas hari Minggu atau hari libur saja. Berhubung hari itu bukan tanggal merah alias hari kerja, ternyata para khalayak ramai sekali di sana ternyata sore itu. Aku sampai kaget melihatnya, ramai sekali….

stasiun Sudirman (1)

Dan… inilah dia, yang ditunggu-tunggu oleh para hadirin sekalian…. Kereta Commuter Line jurusan Tanah Abang – Bogor. (maap, keretanya agak kejauhan, maklum… potograpernya masih amatiran, hehe)

stasiun Sudirman (4)

Saat kereta datang, para hadirin dan hadirat pun rebutan ingin masuk, takut tidak kebagian tempat. Penuh sesak oleh para karyawan dan karyawati yang lagi pada pulang kantor sore hari kira-kira jam 17.00 itu.

stasiun Sudirman (5)stasiun Sudirman (6)

 

Setelah geser sana-sini, beringsut dan tarik dorong… akhirnya sebagian besar calon penumpang setia pun berhasil masuk ke dalam gerbong yang makin padat. Meninggalkan sedikit penumpang yang harus berlapang dada karena tidak bisa ikut melesat bersama kereta listrik ini.

stasiun Sudirman (7)

Pintu kereta pun tertutup. Kereta pun bersiap lepas landas, meninggalkan sebagian khalayak yang lagi pada siuk dengan gadget mereka masing-masing…. (Mungkin update status atau ngapain… akupun juga tidak tahu).

stasiun Sudirman (8)

Dan inilah keadaan terakhir dari stasiun Sudirman setelah ditinggal kereta Commuter line yang sudah melesat beberapa saat lalu. keadaan kembali lengang, sepi dan tidak sesak dengan orang-orang.

Tapi itu hanya berlangsung beberapa menit, karena sekitar 5 – 10 menit kemudian, Stasiun Sudirman ini kembali ramai oleh para calon penunpang yang bersiap pulang ke kediaman masing-masing dengan kereta lainnya yang datang tak lama setelahnya. Wuah, padaaaaat sekali, sampai berdiri pun susah.

Begitulah ceritaku tentang Stasiun Sudirman, hehe…

Perjalanan ke Pulau Seberang yang…

Perjalanan dari pulau seberang yang penuh tanda tanya. Itulah yang kalimat yang bercokol dalam benakku. Bagaimana tidak? Bayangkan saja, sudah beberapa kali aku berjalan, atau lebih tepatnya bepergian dengan kendaraan besar yang biasa disebut Bis, tapi aku merasa kalau perjalananku kali inilah yang paling banyak membuat pertanyaan aneh muncul dan terus menyapaku, bahkan sampai detik ini. Tapi untuk kali ini aku tidak membahas tentang pertanyaan-pertanyaan itu. Kita bahas lain kali saja ya? Hehehe…

Dan inilah yang cukup mengganjal sekarang ini…

Pertama, I don’t have any estimate that I will come here again, in the other land of my country. Tepatnya, sampai hari-H  keberangkatan, aku masih berharap ada keajaiban yang membuatku tidak jadi pergi ke pulau seberang. Dan untuk pertama kalinya aku berharap, I really wish that I don’t go do far from my family anymore. But, what happen? I have arrived here, with blind expectation.

Kedua, perjalananku banyak berhenti. Maksudku, perjalananku itu lebih lama daripada sebelumnya. Tahu tidak? Ada-ada saja yang membuat rumah berjalan… a.k.a bis itu berhenti di tengah jalan, dan waktunya itu cukup lama, 1 sampai 3 jam setiap berhenti. Pagi-pagi, sekitar jam 10 atau jam 11, berhenti sampai jam 2 atau 3 sore, lalu pagi-pagi buta, jam 1-an sampai jam 3-an. Oli yang bocor, ban yang bocor dan kempes, hingga yang agak menyebalkan adalah sempat-sempatnya mencuci mobil yang “Sagadang Ampuah” itu, padahal hanya sedikit lagi sampai di tujuan. Kenapa harus mencuci mobil di Lampung, kenapa bukan di Depok saja? Menurutku Depok dan Lampung itu tidak terlalu jauh lagi kan? Maksudku, jaraknya itu tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan antara Bukittinggi – Lampung dan Depok – Lampung, begitu…

Sampai di Depok, ternyata…. Puanas banget, beuh…. !! Entah itulah keberuntunganku atau bagaimana, yang jelas sudah beberapa hari aku di sini, matahari selalu bersinar dengan gagahnya, yaaah kebanyakan sampai Zuhur seeh. Siap Asyar maah menduung, tapi gak hujan, dan yaaah tetap saja masih panas banget. Hahai…

Reunion about Dream

Aku bertemu dengan teman-temanku yang sudah lama tidak berjumpa. Kalau bisa dibilang reunion, reunion kecil-kecilan, hahaha. Because of what? Hmm, aku tidak mau bilang seeh, hehehe. Maap maap. But it’s fine, we keep happy with that.

Tapi sangat menyenangkan, bisa bertemu dengan sohib-sohib lama yang sudah lama tak bersua (jiaaah, bahasanya lageee…). Bernostalgia masa lalu, berbagi cerita… dan sedikit diselingi dengan pembicaraan tentang hot gossip about Us. Maklum saja, kalau masalah itu maah jadi suka Kepo, hehehe. Tapi… tidak mungkn juga aku membeberkannya di sini, hahaha.

Tapi ada satu hal yang baru kusadari hari ini. We are all growing up, going around for own dream. I wish… someday we meet and reconvene with the success in our hand.

Pengalaman Kuliah Saisuak

Mengisi kebosanan yang kini kembali menyapa. Terpikir olehku, apa sebaiknya yang akan kukerjakan kali ini, di depan layar laptop yang sudah beberapa tahun ini menemani hariku untuk mengisi waktu-waktu suntuk, dan juga sudah banyak membantuku dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dulu dibebankan oleh para dosenku semasa kuliah dulu.
Kursor yang kembali berkedip setelah jari-jariku berhenti mememcet tombol keyboard laptopku yang kini menjadi berwarna-warni karena keisenganku yang menempelkan sticker, alasannya dulu adalah untuk membantuku membuat tulisan bahasa arab yang kadang-kadang ditugaskan oleh dosenku, terlebih dosen yang memberikan mata kuliah yang berhubungan dengan dalil-dalil yang memakai bahasa al-Qur’an.
Iseng-iseng kubongkar program di laptopku, aku menemukan, ternyata bukan hanya bahasa arab saja yang bisa dituliskan di lembar word ini, berbagai macam bahasa bisa ditemukan dan dituliskan di sini, membuatku takjub dengan kemajuan teknologi, terlebih lagi ke orang-orang yang telah menciptakannya dengan sedemikian rupa sehingga aku bisa menggunakan gadget canggih yang dulunya tidak pernah terbayang olehku untuk bisa melihatnya secara langsung dengan mata kepalaku sendiri dan menggunakannya dengan sesuka hatiku, tentu saja harus kurawat dengan baik, karena untuk mendapatkan IT ini, untuk pertama kalinya orangtuaku terkaget-kaget dengan benda seukurang kertas folio dengan harganya yang selangit. Hahaha.
Biasanya dulu laptop ini kupakai hanya untuk mengetik, mengerjakan tugas-tugas kampus yang dulunya membuatku harus menjadi hantu warnet karena jariku yang mengeja satu per satu tombol alpebet yang terterta di depan komputer, belum lagi saat si penunggu warnet yang menampakkan muka sebal karena aku yang betah sekali mampir ke warung internet-nya dan duduk selama berjam-jam.
Mengetik dengan 11 jari, komputernya yang beberapa kali hang, pakai acara lampu yang sering hidup mati karena sekeringnya jatuh, membuatku harus mendapat pengalaman yang amat sangat mengesankan dan kalau boleh kubilang agak menggelikan. Bayangkan, aku harus betah duduk dari ba’da Zuhur, jam 1 siang sampai jam 8 malam hanya demi mengetik makalah beberapa lembar folio yang harus kukumpulkan besok harinya. Memang sih, kemalasanku juga ikut andil dalam masalah ini, tugas itu sudah diberikan seminggu sebelumnya, tapi aku baru mengerjakannya sehari sebelum DL, alias Deadline. Hahaha.
Sekarang ini, setelah tidak ada tugas kuliah yang bejibun dan skripsi yang membuat perut sembelit, apa yang bisa kulakukan dengan lembaran putih dengan kursor yang berkedip di hadapanku ini ya?